arkenzinet

Sabtu, 17 Juli 2010

ketika bumi belum berbentuk dan masih kosong, ketika bumi belum berpenghuni

Sekitar sepuluh tahun yang lalu, kosmolog Saul Perlmutter mengadakan
penyelidikan yang akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa alam raya memang
terus berkembang dengan kecepatan yang bertambah. Sebuah tim yang
dipimpinnya di Universitas California di Berkeley, mempelajari cahaya yang
dipancarkan oleh bintang-bintang atau matahari yang sedang dalam proses
kematian, yang disebut supernova.


Professor Perlmutter mengatakan, cahaya dari bintang-bintang itu membutuhkan
waktu makin lama untuk mencapai bumi, karena jaraknya semakin jauh. Para
ahli astronomi bisa memperhitungkan kecepatan pengembangan alam raya dengan
melihat perubahan warna cahaya yang dipancarkan oleh supernova.
Tahun lalu, diperoleh bukti-bukti yang lebih konkrit dalam bentuk foto-foto
yang menunjukkan bahwa alam raya memang masih berkembang. Sebuah tim
kosmologi di Australia juga mendapat kesimpulan yang sama.


Penelitian demi penelitian dilakukan untuk mengungkapkan misteri materi
kosmos terus bergulir. Sebuah teori baru yang cukup mengejutkan kalangan
astronom mengungkapkan bahwa materi kosmos, sebagai embrio jagad raya,
mengalami perputaran. Tiap perputaran atau rotasi memerlukan waktu 13 milyar
tahun. Teori ini didasarkan relasi antara massa bintang dan galaksi serta
kecepatan rotasinya.


Para astronom meyakini bahwa jagad raya terus mengembang layaknya balon yang
ditiup sejak peristiwa ledakan besar (teori big bang) yang menjadi cikal
bakal terbentuknya alam semesta. Namun, teori itu menjadi tidak realistik
jika diasumsikan bahwa jagad raya hanya terbentuk dari sebuah
singularitas -- sebuah keadaan kepadatan tak berhingga. Dalam teori big
bang, alam raya terbentuk dari sebuah ledakan besar materi maha padat.
Pecahan-pecahan dari ledakan inilah yang kemudian membentuk galaksi,
bintang, dan lain-lain. Teori ini sampai sekarang dianggap yang paling valid
dan sukar dibantah.


Namun para kosmolog dalam pelbagai pengamatannya telah menemukan keganjilan
dalam konsep singularitas karena tidak mendukung penemuan hukum-hukum
gravitasi kuantum. Menjawab kebimbangan itu, kosmolog Saulo Carneiro yang
juga seorang ahli fisika dari Federal University, Brazil, mengemukakan
teorinya bahwa cikal bakal jagad raya itu sebetulnya berotasi. Terjadinya
ledakan besar dan pengembangan jagad raya karena adanya rotasi materi cikal
bakal kosmos tadi.


Kemungkinan terjadinya rotasi dan pengembangan pada jagad raya sebelumnya
memang sudah diprediksi oleh matematikus Kurt Godel, 1949, yang menggali
lebih jauh persamaan relativitas umum Einstein. Persamaan Godel ini akhirnya
menuju kesimpulan bahwa jagad raya memang berkembang layaknya balon yang
terus ditiup. Carneiro kemudian mengembangkan persamaan Godel, yang akhirnya
menemukan teori bahwa konsep singularitas dalam big bang tidak mungkin
terjadi kecuali jika materi kosmos mengalami rotasi dalam waktu yang tak
terbatas.


Lantas, bagaimana penjelasannya, dari materi kosmos yang berputar hingga
menjadi kosmos yang mengembang? Rotasi itu, kata Carneiro, mengalami
perubahan mendadak karena adanya sebuah transisi fase vakum yang melibatkan
pelepasan energi yang berasal dari fluktuasi kuantum. Inilah yang menjadikan
jagad raya berkembang. Fase transisi itu telah menjadi bagian standar dalam
teori kosmologi konvensional.


Carneiro telah mengkalkulasi bahwa universe masa awal melakukan rotasi
sempurna dalam 13 miliar tahun, setara dengan estimasi kecepatan
pengembangan universe. Rotasi itu telah berhenti dan selanjutnya jagad raya
mulai mengembang sejak 11 miliar tahun lalu.


Jika pendapat ini benar, momentum angular kosmos akan bisa terungkap secara
nyata. Dan Carneiro menduga, momentum itu sudah terungkap ketika tahun 1970,
para astronom menemukan hukum alam secara misterius yang menunjukkan adanya
proporsi momentum angular planet, bintang, dan galaksi yang sesuai dengan
luas dan massa masing-masing benda kosmos tersebut.


Temuan Carneiro itu mendapat banyak tanggapan. Astronom Paul Wesson
dari Universitas Waterloo, Kanada menyatakan teori Carneiro cukup menarik.
''Tapi dia tak bisa menunjukkan bagaimana momentum angular berasal dari fase
dini alam raya yang berputar,'' kata Wesson. ''Saya tak menyatakan pendapat
Carneiro itu salah. Tapi bagi saya, penjelasan Carneiro terlalu sederhana.''


Pendapat Carneiro ini memang masih dianggap kontroversial. Tapi astronom
brilian dari Brazil ini dalam makalah ilmiahnya, Classical and Quantum
Gravity, menunjukkan bukti-bukti yang agak sulit dibantah. Menurutnya,
rotasi alam semesta akan menjadikan obyek rotasi dalam fase mengembang,
seperti sebuah obyek yang terimbas gaya sentrifugal yang mengarah ke luar
dari orbit. Ia memperkirakan, obyek itu akan keluar dengan momentum angular
yang setara dengan kenaikan massanya. Dalam kaitan ini, Einstein membuktikan
dengan teori relativitas umumnya, bahwa massa yang bergerak mendekati
cahaya, beratnya akan bertambah.


maaf soal pendapat astronom asal brazil belum bisa saya jabarkan,
soalnya buktinya sampai sekarang masih belum saya dapat,
memang kalau dijabarkan akan mencengangkan jadi sabar ya untuk bukti konkrit nya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar